Postingan

Cinta-Mu yang Tak Pernah Keliru

Ya Allah… di titik ini aku mulai mengerti: bahwa dunia bukan tempat menetap, melainkan ladang ujian yang bersembunyi dalam kehilangan, berwujud perpisahan, dan cinta yang tak selalu pulang. Aku menyerah bukan karena letih mencari, tapi karena aku yakin: Engkau tak pernah keliru menulis takdir hamba-Mu. Tak lagi kutanya, mengapa ia datang lalu pergi, mengapa rasa diberi, lalu maknanya dicabut sunyi. Sebab aku percaya, segala sesuatu telah Engkau takar dengan cinta yang paling adil, paling rahasia, namun tak pernah salah. Ya Rabb… segala yang singgah, takkan pernah keliru waktunya. Segala yang menjauh, pasti telah Engkau kehendaki. Dan aku cukup menjaga satu hal dalam dada: prasangka baik pada-Mu. Karena di balik luka yang sunyi, di balik tanya yang tak bersuara, aku percaya: ada Cinta-Mu yang sedang bekerja, diam-diam, namun selalu penuh kasih. Solo, 17 Juni 2025 17.28 WIB

Asaku Terkubur dalam Pasrah

Dalam senyap malam yang menutup dunia, saat cahaya pun enggan bersuara, kupanggil nama-Mu dengan suara yang lirih, yang hanya bisa dijangkau oleh langit dan kasih-Mu. Kupasrahkan segalanya asa yang patah, jiwa yang lelah, dalam genggaman-Mu yang tak pernah goyah. Tubuh ini goyah tak bersandar, namun entah dari mana, ada kekuatan yang tak terlihat menopangku diam-diam, saat lututku hampir mencium tanah. Air mata menjadi bahasa, lirihku menjelma doa, dan di antara hening yang tak bersuara, hanya Engkau yang tahu betapa dalam luka ini menganga. Maaf terus terucap, meski tak kupastikan apakah layak, Engkau menyaksikan tiap tetes air mata tanpa tahu arah pulang, tanpa tahu harus melangkah ke mana. Aku tersesat dalam perasaan yang mengembara, namun masih ada seberkas harap yang diam-diam bernaung di antara reruntuhanku. Dan di titik terlemahku saat aku tak lagi melawan, saat dunia tak lagi kupegang erat, di sanalah aku menyerah Asa ku terkubur dalam pasrah Pekanbaru 23/05/2025 19.45 WIB

Sayap Patah di Langit Khayal

Di langit khayalku, tergantung kemewahan yang tak mungkin kusentuh. Kilau kebahagiaan menari di sana, menggoda hati yang rapuh untuk terbang lebih tinggi. Indahnya memabukkan seolah dunia lain memanggil namaku perlahan, menarikku masuk tanpa izin ke dalam mimpi yang terlalu manis untuk kutolak. Aku melayang, terus dan terus, hingga lupa jalan pulang. Aku ingin keluar. Namun bayangan itu kembali menggenggamku, menjerat halus dengan janji semu yang membius hati. Aku terjebak. Sayapku patah, dan aku tak tahu mana khayal, mana nyata. Pekanbaru, 15 Maret 2025 01.05 AM

Rahasia Tuhan

Tampak seorang anak laki-laki berlari ke sana kemari, membagi senyumnya, tawanya, dan candanya yang hangat seolah dunia adalah taman kecil yang penuh cahaya. Anak itu—yang takut dan tunduk pada Tuhannya membagikan bahagianya dengan hati-hati, agar tak ada hati yang tersayat karena keberadaannya. Namun… sekuat apapun ia menjaga, tak ada yang mampu menentang kehendak Tuhan. Senyumnya pun perlahan sirna, tawa dan canda yang dulu meriah hilang ditelan senyap yang tak terucap. Tinggallah seorang anak perempuan… ia yang menyimpan luka dalam diam, ia yang sempat percaya bahwa kebahagiaan bisa ia gapai dalam lari bersama anak itu. Namun langkah mereka tak seirama, dan saat terjatuh, ia sadar tak ada tangan yang akan mengangkatnya kembali. Dari perih itu, ia belajar… bahwa tidak semua perjalanan harus diikuti, tidak semua tawa layak untuk dikejar, dan tidak semua hadir datang untuk tinggal. Kini, ia hanya bertanya dalam diam Apa maksud Tuhan mempertemukan mereka? Apa rahasia yang ingin dibisikk...

Disini sedang hujan

Hujan ini deras, namun tak cukup untuk membasahi tubuh ku. Hujan ini bertahan cukup lama, namun tak tampak genangan yang tersisa. Hujan ini datang bersama mendung, namun langit tak tampak gelap. Pelajaran apa yang dibawanya, bersama tiap tetes yang jatuh perlahan? Bulir demi bulir turun, meminta ampun. Apa yang terjadi  bila saat ini kupanjatkan do'a? Kumanja diri dalam kehadiran-Nya, berusaha merayu lembut tuk dapatkan perhatian-Nya Perhatian yang mungkin  bisa menghentikan hujan ini, mengubah mendung menjadi cerah, menunggu kabar bahagia dari-Nya  yang ditujukan hanya untukku Cukup membuat sudut bibir ku terangkat malu, seperti anak kecil yang baru saja dipanggil dengan sayang. Dimanakah akhirnya? Aku tak sabar menunggu Tulisan indah kehidupanku Letung, 25 Desember 2024  23.15

Pupus

Sudah lama aku tak menulis lagi— setelah berhari-hari, mungkin hampir sebulan, tenggelam dalam kesedihan yang tak kumengerti. Bodohnya, aku tak tahu pasti dari mana rasa ini bermula. Istirahat malamku berkurang, tiada malam kulalui tanpa tangis, tanpa suara lirih yang meraung, mengadu kepada Sang Pencipta: tentang kecewa, tentang harapan yang luruh, tentang rasa terinjak, dan harga diri yang remuk dalam satu palung luka. Kucubit tanganku sedikit, lalu lebih keras, dan lebih keras lagi— hanya untuk menutupi nyeri yang tak henti muncul di dadaku. "Kenapa harus aku?" pertanyaan itu mengapung, berputar dalam kepalaku. Di mana letak salahku? Apakah pernah kulukai seseorang, hingga kini aku harus menanggung balasannya? Kesalahannya tertutup rapat oleh kebaikan yang ia miliki. Bukannya aku tak sadar... Namun, ada rasa yang menahanku untuk tetap menerimanya. Aku menutup mata atas dosa dan lukanya, demi mendapatkan perpanjangan waktu bersama dirinya. Waktuku...

Dugaan

Tuhan Kau sungguh pencipta yang luar biasa Kau ciptakan makhluk terindah disampingku Hingga aku tak kuasa menundukkan mata ini untuk melihat nya Tak kuasa menahan gairah untuk selalu dekat dengan nya Sehingga aku bisa terus tersenyum hanya dengan melihat kebahagiaannya Ciptaan Mu yang luar biasa Membuatku lupa, bahwa perasaan ini nantinya hanya akan menyakiti ku Tuhan,  sungguh, Engkau sedang menguji hambamu  dengan mendatangkannya Keindahan yang begitu dekat namun tak bisa kujangkau, bagai buah khuldi bagi Adam dan Hawa. Letung 23/06/2024 00.32 WIB

Ayah tidak punya telinga, anak tidak punya mulut

Sosok yang paling ku sayangi, sekaligus paling ku benci untuk saat ini Saat masih kecil, aku sangat jarang bertemu dengannya Namun setiap kali bertemu, tidak ada ingatan di waktu dia memelukku rindu atau mengajak mengobrol, ingatan ku hanya tentang ketika dia memarahi kami atau memukul saat kami berisik Tidak ada ingatan baik ku tentang nya di waktu kecil Pernah suatu hari aku bertengkar hebat dengannya sampai menangis tersedu-sedu, ibulah orang yang menengahi kami dan memintanya untuk menggendongku agar aku berhenti menangis Sepertinya aku masih usia 5 tahun kala itu Sampai saat itu, ketia ia sudah berhasil dipindah kerjakan sehingga kami jadi sering bertemu dengannya dirumah Harapan ku, yess mungkin kita akan bisa lebih akrab lagi nantinya Dan benar saja, sosok nya yang didulu pemarah mulai berubah bertahap Selain amarahnya yang kadang tentunya masih ada,  aku juga melihat senyum dan tawa nya Ahh ternyata begini cara nya tertawa, aku paling suka dengan tawa nya Jika ia tertawa ia...

Harapan

Manusia hidup karena adanya harapan Harapan untuk hidup layak Harapan memiliki keluarga yang dapat mendukung Harapan memiliki lingkungan dan pertemanan yang baik Sampai harapan untuk memiliki pasangan, dan membentuk keluarga kecil yang bahagia Akan apa jadinya manusia apabila sudah tidak memiliki harapan? Hilang arah tentu saja Kau hendak pergi kemana? Apa yang kau tuju? Apa yang sedang kau lihat? Bagaimana rasanya menjadi manusia tanpa harapan? Mulai muncul perasaan ingin menyudahi Apa harapan ini bisa dicari? Dimana aku bisa membelinya? Hai kalian, tidak bisakan menjual sedikit angan dan harapan kalian padaku? Tangerang selatan - 24/03/23

Jalan Tak Bernama

Aku melangkah di jalan yang sunyi, panjangnya tak terukur, arahnya tak tergambar. Tak ada penanda, tak ada wajah, hanya debu waktu dan desir angin yang lewat. Mungkinkah aku yang terlalu takut menatap ke depan? Kepalaku tertunduk, seolah langit pun enggan kutatap. Apakah aku pengecut jika hanya mampu melihat tanah yang kulalui, dan bukan kemungkinan di sekelilingku? Jalan ini seperti melahap harapanku, jejakku menghilang sebelum sempat kutengok. Gelap… atau jiwaku yang kehilangan cahaya? Sunyi… atau hatiku yang menutup segala suara? Aku tak tahu di mana harus berhenti. Tak tahu harus belok, diam, atau terus berlari. Kakiku berjalan dengan ritme yang datar, seolah berharap akan ada ujung yang bersinar, meski di kejauhan hanya kabut yang menjadi penanti. Pekanbaru, 22 Juni 2022  02.00 AM